Yasinan adalah salah satu amaliyah yang jamak dilakukan oleh Nahdhiyyin di momen-momen tertentu. Selain rutinan malam jum’at, Surat Yasin juga biasanya dibaca pada acara kirim doa kepada anggota keluarga dan guru-guru yang yang telah lebih dahulu meninggal.
Begitu kuatnya tradisi ini mengakar di kalangan NU, hingga banyak kritik diarahkan oleh “kelompok sebelah” yang secara ngawur menuduh Nahdhiyyin sebagai orang-orang sesat dan Ahli Bid’ah. Konon di sebuah kota yang curah hujannya melimpah, ada seorang penceramah yang dengan sengaja mengumpulkan hadith-hadith da’if mengenai tradisi “Yasinan” untuk disebar luaskan pada jama’ahnya. Ustadz tersebut lupa kalau Nahdhiyyin tidak akan mengamalkan tradisi ini tanpa dalil (baik Naqli maupun Aqli) yang bisa dipertanggung jawabkan.
Di masjid-masjid kalangan santri sarungan, selepas sholat Maghrib di hari kamis, biasanya Imam sholat akan memimpin pembacaan Yasin dan Tahlil. Pada beberapa tempat, disusulkan juga pembacaan Mawlid Diba‘ dan Barzanji. Dalil dari amalan ini adalah sebuah hadith yang -salah satunya- bisa ditemukan dalam kitab Jami‘ al-Ahadith karya Jalaluddin al-Suyuti (w. 911/ 1505). Hadith ini berbunyi:
من قرأ ليلة الجمعة حم الدخان ويس أصبح مغفورًا له
“Barang siapa yang membaca di malam jumat Surat Hamim al-Dukhan dan Surat Yasin maka Allah mengampuni-nya di pagi hari”
Imam Suyuti menambahkan, bahwa hadith ini bisa ditemukan kitab Shu’b al-Iman karya Imam Bayhaqi (w. 458/ 1066). Meskipun hadith ini dianggap lemah oleh Abu Hurayrah (w. 59/678), juga oleh Abu Ya’la (w. 459/ 1066), tetapi para ulama’ Nahdhiyyin bersepakat bahwa dalam hal amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allah, pengamalan hadith dha’if diperbolehkan. Utamanya jika hadith tersebut diperkuat dengan hadith-hadith lain yang derajatnya lebih baik (hasan ataupun shahih).
Pun demikian jika merujuk pada hadith di atas, sudah saatnya Nahdhiyyin menggalakkan, tidak Cuma Yasin-an di setiap malam Jumat, tetapi juga Dukhan-an (baca: membaca surat al-dukhan, bukan rokok’an)
Pada Sebagian orang, masih ada keraguan mengenai Apakah Hadith mengenai fadhilah membaca Yasin itu palsu?.
Menjawab keraguan tersebut, al-Imam Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad al-Shawkani (w. 1255/ 1839), dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah fi al-Ahadith al-Mawdhu’ah mengatakan sebagai berikut:
حديث من قرأ يس ابتغاء وجه الله غفر له رواه البيهقي عن أبي هريرة مرفوعا و إسناده عي شرط الصحيح و أخرجه أبو نعيم و أخرجه الخطيب فلا وجه لذكره في كتب الموضوعات
“Hadith (yang mengatakan) “barang siapa membaca Yasin untuk mencari Ridha Allah akan diampuni” diriwayatkan oleh Abu Hurayrah secara marfu’, dan sanad-nya memenuhi kriteria sanad hadith shahih. Hadith ini juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan al-Khatib sehingga tidak ada alasan untuk memasukkan hadith ini ke dalam kitab-kitab hadith palsu’”
Hal lain yang turut menguatkan amaliyah Yasinan adalah praktik pembacaan Yasin untuk momen-moment tertentu yang sudah ada sejak masa para sahabat Nabi. Di dalam Musnad Ahmad Ibn Hanbal (w. 241/ 855) disebutkan:
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو المغيرة ثنا صفوان حدثني المشيخة : انهم حضروا غضيف بن الحرث الثمالي حين اشتد سوقه فقال هل منكم أحد يقرأ يس قال فقراها صالح بن شريح السكوني فلما بلغ أربعين منها قبض قال فكان المشيخة يقولون إذا قرئت عند الميت خفف عنه بها قال صفوان وقراها عيسى بن المعتمر عند بن معبد
“para sahabat mendatangi Ghudhaif Ibn al-Harith al-Thamali ketika sudah parah sakitnya. Ghudhaif berkata: apakah ada di antara kalian orang yang bisa membacakan (untukku) surat Yasin?. Lalu Salih Ibn Shurayh membacakan (Surat Yasin). Ketika sampai ayat ke-40, Ghudhaif menghembuskan nafas terakhirnya. Telah berkata orang-orang tua di antara mereka, "jika engkau membacakan (Surat Yasin) pada orang yang akan meninggal, maka akan diringankan baginya”
Bagi yang familiar dengan al-Qur’an dan menguasai tata bahasa Arab, ada pertanyaan mengenai apakah kandungan surat Yasin secara khusus berkaitan dengan “kematian” atau yang sejenisnya?. Pertanyaan semacam ini bisa dijawab melalui dua perspektif:
Pertama, amalan untuk membaca ayat-ayat atau surat-surat tertentu dari al-Qur’an sumbernya adalah riwayat-riwayat yang oleh para ulama’ diberi nama Fadha’il al-Qur’an. Seringkali, hubungan antara konten sebuah surat dengan fadilah pengamalannya sulit dijelaskan. Misalnya, pembacaan Surat al-Waqi’ah yang berisi kabar-kabar tentang kiamat dianjurkan dalam sebuah hadith riwayat al-Bayhaqi agar si pembaca terhindar dari kemiskinan. Melalui perspektif ini, pembacaan surat Yasin pada malam jumat khususnya tidak memerlukan alasan “logis”.
Kedua, pun jika tetap diminta untuk menambah keyakinan, maka terdapat ayat-ayat di dalam surat ini yang menceritakan tentang kebahagiaan orang-orang beriman di akhirat kelak. Misalnya pada ayat ke-25 hingga 27, orang-orang yang beriman kepada Allah mendapatkan ampunan dari-Nya dan ditempatkan di surga yang mulia.
إِنِّي آَمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ (25) قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ (26) بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ (27)
“Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanku, maka dengarkanlah (pengakuan keimananku). Dikatakan kepadanya, masuklah surga. Ia berkata: “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.”
Dalam hubungannya dengan praktik Yasinan untuk berkirim doa, apa dalil keutamaan memohonkan ampunan untuk orang yang sudah meninggal? Dalam kitab Majma’ al-Zawa’id wa Manba’ al-Fawa’id (Kumpulan bekal dan sumber keutamaan), karya Nuruddin ‘Ali Ibn Abi Bakr al-Haythami (735-807 H/ 1334-1405 M), terdapat sebuah pembahasan mengenai hal ini. Al-Haythami menyertakan empat hadith yang disandarkan pada masing-masing sahabat Abu Hurayrah (w. 59/678), ‘Ubadah Ibn al-Shamit (w. 35/ 655), Ummu Salamah (w. 61/ 680), dan Abu al-Darda’ (w. 32/ 652). Salah satunya mengatakan:
من لم يكن عنده مال يتصدق به فليستغفر للمؤمنين والمؤمنات فإنها صدقة
“Barang siapa yang tidak memiliki harta benda yang bisa ia sedekahkan, hendaklah dia memintakan ampunan bagi orang-orang beriman, karena sesungguhnya (permintaan ampunan) itu adalah sedekah).
Ringkasnya, amalan Yasin yang dipraktikkan oleh Nahdhiyyin memiliki landasan kuat, baik yang berupa hadith-hadith dan perilaku sahabat, maupun dari segi logika akal sehat. Jadi, sudah Yasin-an kah anda malam jumat ini?
Oleh: Mu'ammar Zayn Qadafy
Nb: Artikel ini disarikan dari kajian Ahad petang PCINU Jerman yang diasuh oleh KH. Ma'ruf Khozin (Direktur Aswaja Center Jawa Timur)