Ngaji Kebangsaan dengan tema “Membumikan Islam Wasathiyah di Tengah Dinamika Politik Global” diikuti oleh diaspora Nahdlatul Ulama dikawasan Eropa Barat. Selaku narasumber adalah Dr. (HC).KH. As’ad Said Ali, (Wakil Ketua PBNU 2010-2015/Wakil Ketua Badan Intelejen Negara 2001) dan Dr. Phil. Suratno, MA (Chairman The Lead Institute Universitas Paramadina). Berangkat dari konsep Islam Wasathiyah sebagai bentuk Islam moderat dan toleran semakin penting untuk dibumikan seiring dengan meningkatnya gerakan dari kelompok-kelompok Islam politik di berbagai negara. Gerakan politik yang menggunakan Islam sebagai ideologi gerakan untuk membangun kepemimpinan Islam maupun memperkuat pengaruh Islam dalam pengambilan kebijakan negara. Mulai dari cara damai, penggunaan kekerasan, teror, hingga penggunaan kekuatan militer. Kondisi yang kemudian memunculkan respon munculnya gerakan dengan semangat membenci Islam di sejumlah negara, atau setidaknya gerakan yang menciptakan ketakukan terhadap umat Islam atas dasar Islamophobia
Dalam sambutannya Muhammad Rodlin Billah selaku Ketua Tanfidziah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman menyampaikan bahwa pada saat ini di kawasan Eropa Barat sedang mencari bentuk Islam yang mampu berjalan beriringan dengan budaya lokal dan kemudian diharapkan umat Muslim dapat melakukan integrasi dengan masyarakat Eropa. Disanalah kemudian nilai-nilai Islam Wasathiyah yang menjadi ciri dari masyarakat Muslim di Nusantara sangat sesuai dan perlu untuk dikembangkan.
Duta Besar RI untuk Jerman, H.E. Arief Havas Oegroseno, dalam sambutannya menggambarkan Islam Wasathiyah sebagai aset unik yang dimiliki oleh Indonesia. Di tengah persoalan umat Islam yang terjadi saat ini khususnya di kawasan Timur Tengah, Eropa, Asia Selatan dan persaingan antara Tiongkok-Amerika maka konsep Islam Wasathiyah menjadi semakin relevan. Sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia bebas aktif. Kebebasan yang bermakna independen menjadikan Indonesia tidak terjebak dalam satu blok yang ekstrem.
Dr. (HC) KH. As’ad Said Ali, memaparkan Islam Wasathiyah memiliki landasan teologis, sosiologis, dan historis yang kuat di Indonesia. Nilai-nilai moderat, keadilan, kebebasan, keberagaman dalam Islam Wasathiyah mampu menciptakan Islam yang transformatif, lentur,luwes, sehingga mampu mengambil nilai-nilai positif dari perubahan sekaligus menjaga nilai-nilai lama baik. Dialog antar peradaban khususnya Barat dengan Islam harus terus dilakukan tidak saja untuk menciptakan pemahaman yang sama namun juga untuk mengurangi ketegangan. Peran sejarah NU dan Muhammadiyah dalam mengembangkan Islam Wasathiyah perlu terus dilanjutkan dan diperluas. Termasuk dalam situasi di Afghanistan saat ini dengan menularkan Islam Wasathiyah ke Afghanistan.
Dr.Phil. Suratno memberikan penekanan pada pembumian Islam Wasathiyah. Masyarakat muslim di Eropa khususnya diaspora NU harus bisa menjadikan Islam Wasathiyah sebagai identitas dalam pergaulan internasional. Islam Wasathiyah sebagai corporate identity, type identity, collective identity, dan role-identity. Sebagai role identity misalnya dengan aktivitas keagamaan, sosial-budaya, interfaith-dialogue. Sementara sebagai corporate identity perlu terus melakukan promosi Islam Wasathiyah dengan diplomasi, research, dan publikasi. Dalam perspektif publikasi, maka diseminasi gagasan Islam Wasathiyah melalui media sosial dan media online perlu untuk diperkuat. Perkembangan media online, pandemi Covid-19, dan kemenangan Taliban telah meningkatkan potensi gerakan eksrimisme melalui media sosial dan media online.